Your Ad Here

Senin, 27 Oktober 2008

Sholawat Tarhim


Shalawat dan salam semoga tercurahkan padamu
duhai pemimpin para pejuang, ya Rasulullah
Shalawat dan salam semoga tercurahkan padamu
duhai penuntun petunjuk Ilahi, duhai makhluk yang terbaik
Shalawat dan salam semoga tercurahkan atasmu
Duhai penolong kebenaran, ya Rasulullah
Shalawat dan salam semoga tercurahkan padamu
Wahai Yang Memperjalankanmu di malam hari Dialah Yang Maha Melindungi
Engkau memperoleh apa yang kau peroleh sementara semua manusia tidur
Semua penghuni langit melakukan shalat di belakangmu
dan engkau menjadi imam
Engkau diberangkatkan ke Sitratul Muntaha karena kemulianmu
dan engkau mendengar suara ucapan salam atasmu
Duhai yang paling mulia akhlaknya, ya Rasulullah
Semoga shalawat selalu tercurahkan padamu, pada keluargamu dan sahabatmu.


Mungkin sudah jarang terdengar ditempat Anda. Padahal kalau kita resapi maknanya.. Luar biasa. Tidakkah kita tertarik untuk mengamalkannya??

Rabu, 22 Oktober 2008

Tidak Mengkafirkan Sesama Muslim

Dikalangan kaum muslimin masih terdapat sebagian orang yang terlalu mudah melontarkan tuduhan kafir, musyrik, fasik dan sebagainya terhadap orang muslim lain hanya karena berbeda perndapat mengenai masalah-masalah tertentu. Sikap demikian disebabkan oleh kurangnya pengertian tentang hukum Syariat Islam. Atau mungkin orang yang dituduh itu dianggap tidak melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar sebagaimana yang dituntut oleh agama. Atau bisa juga tuduhan itu muncul dari sikap fanatic akibat taqlid buta dalam menghayati agama.

Jika sikap gegabah itu disebabkan karena kurangnya pengertian tentang hukum syari’at islam, cara mengatasinya tidak begitu sulit, yaitu dengan cara memberikan pengertian mengenai prinsip-prinsip ajaran agama islam dan hukum-hukum syari’at islam. Kalau disebabkan perasaan tidak puas melihat orang lain tidak melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar, motivasi ini baik, tetapi tidak diarahkan menurut jalur yang semestinya. Ia lupa bahwa untuk mendorong orang lain melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar diperlukan cara-cara bijaksana dan tidak jemu-jemu memberikan peringatan dengan cara yang sebaik-baiknya. Jika ia merasa perlu berdiskusi maka diskusipun dengan cara yang baik. Sebagaimana tuntunan Alloh :


Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah** dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.(QS An Nahl : 125)

**Hikmah: ialah perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil.

Cara yang ditunjukkan oleh Al Qur’an itu lebih mudah dan lebih menjamin tercapainya kebijakan yang kita inginkan. Menempuh cara yang sebaliknya merupakan kekeliruan besar dan akan mendatangkan akibat fatal. Lain hal-nya kalau tuduhan kafir dilontarkan atas dasar fikiran ekstrim dan fanatisme taqlid buta. Persoalan tidak hanya sulit diatasi, bahkan amat membahayakan persatuan dan kesatuan umat islam. Lagi pula tidak sesuai dengan tuntunan Alloh dan teladan Rosul-Nya. Hal ini memerlukan pembahasan khusus, rumit dan mungkin berliku-liku, karena berkenaan dengan masalah kejiwaan, cara berfikir dan lain-lain.

Seorang yang menunaikan sholat dan kuajiban-kuajiban lainnya akan berusaha mengajak orang lain kejalan hidup lurus dan melakukan kegiatan lain yang tidak bertentangan dengan Kitabulloh dan Sunnah Rosululloh. Orang yang demikian, tidak boleh diragukan keislamannya. Kalau dalam hal tertentu ia berbeda pandangan dengan kita karena tidak semadzhab dan kemudian kita tuduh kafir, sesungguhnya kita telah melakukan kesalahan besar, karena kita telah melakukan sesuatu yang dilarang Alloh.

Semua imam madzhab dan semua ulama diseluruh dunia islam telah bersepakat untuk melarang mengkafirkan kecuali jika ia mengingkari Alloh atau jelas-jelas mensekutukan-Nya dengan sesembahan lain atau mengingkari kenabian serta kerasulan Muhammad SAW, atau dengan sadar mengingkari sesuatu yang telah diwajibkan oleh agama Alloh atau mengingkari kitabulloh Al Qur’an dan sunnah Rosululloh yang diriwayatkan oleh hadits-hadits shohih yang kebenarannya telah diterima bulat oleh semua ulama islam.

Mengenai soal-soal yang diwajibkan oleh agama islam sebagai aqidah telah sama-sama diketahui. Yang terpokok adalah meyakini keesaan (Wahdaniyah) Alloh SWT, meyakini kenabian para rosul sebelum kedatangan Nabi Muhammad SAW, meyakini Nabi Muhammad SAW sebagai nabi penutup dan terakhir, meyakini kepastian datangnya hari kiamat saat seluruh manusia dibangkitkan kembali, meyakini adanya hisap, meyakini adanya surga dan neraka. Mengingkari soal-soal pokok tersebut baru bisa diartikan kufur. Alasan apapun tidak bisa diterima dari seorang muslim untuk mengatakan “saya tidak tahu” untuk masalah pokok tersebut, kecuali baru saja masuk islam. Akan tapi setelah diberitahu, diberi pengertian, tidak ada alas an lagi baginya untuk menolak keyakinan tentang masalah terebut.

Menetapkan “kekufuran” seseorang berdasarkan alasan-alasan selain tersebut diatas adalah tidak pada tempatnya dan sangat berbahaya. Dalam sebuah hadits berasal dari Abu Hurairoh ra. dan diriwayatkan oleh Al Bukhari, rosululloh bersabda (artinya), jika ada orang yang berkata kepada saudaranya; “hai kafir!” maka salah satu diantara dua orang itu adalah kafir.”

Yang dimaksud hadits tersebut adalah orang yang disebut kafir itu memang benar-benar kafir, atau jika yang disebut kafir itu orang muslim maka yang menyebut itu sendirilah yang telah berbuat kufur.

Menilai kekufuran seseorang tidak boleh dilakukan oleh siapapun kecuali atas dasar dalil-dalil hukum syara’ yang sah. Menetapkan kekufuran seseorang berdasarkan dugaan yang tidak terbukti kebenarannya menurut syara’, atau hanya berdasarkan dugaan, sangkaan atau perkiraan belaka, sama sekali tidak dibenarkan oleh agama. Mengobral tuduhan semacam itu pasti akan mengacaukan keadaan dan merusak persatuan umat islam, bahkan orang lain enggan mendekati kebenaran Islam.

Seorang muslim yang berbuat maksiatpun tidak boleh dituduh sebagai kafir selagi ia masih tetap beriman dan mengikrarkan dua kalimah syahadat. Sebuah hadits dari Anas bin Malik ra. Rosululloh saw bersabda (artinya) “Tiga perkara termasuk pokok keimanan; 1. Tidak memusuhi orang yang telah mengucapkan “Tiada Tuhan selain Alloh” (la ilaaha illalloh) dan tidak mengkafirkannya karena berbuat dosa dan tidak mengeluarkannya dari Isalm karena suatu perbuatan. 2. Perjuangan berlaku terus sejak Alloh mengutusku hingga saat umatku yang terakhir memerangi dajjal. Perjuangan itu tidak boleh ditiadakan oleh orang yang dzolim ataupun oleh orang adil. 3. Meyakini takdir Ilahi (HR Abu Dawud).

Imam Al Haramain (Abdul Ma’ali Al-Juwaini) mengatakan; Seandainya ada yang minta kepada saya supaya merumuskan hukum syara’ yang dapat dijadikan dasar untuk menetapkan kekufuran seseorang, pasti saya jawab; Itu merupakan fikiran yang tidak pada tempatnya. Sebab persoalan itu terlalu jauh jangkauannya, persoalan gawat yang pemecahannya harus bersumber pada prinsip tauhid dan orang yang ilmunya tidak mencapai puncak hakekat kebenaran, ia tidak akan memperoleh dalil-dalil pemikiran yang kokoh.

Imam ‘Ali bin Abi Tholib ra. ketika ditanya sahabatnya tentang kedudukan kaum khowarij; Apakah mereka itu orang-orang kafir?, beliau menjawab; Bukan, mereka justru orang-orang yang menjauhkan diri dari kekufuran. Apakah mereka itu orang munafik? Beliau menjawab; Bukan, orang-orang munafik hanya sedikit berdzikir (menyebut nama Alloh), mereka justru orang-orang yang banyak berdzikir. Lantas apa mereka itu? Beliau menjawab; Mereka adalah orang yang dilanda fitnah sehingga menjadi buta dan tuli.

Al Buhkari mengetengahkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh oleh Abu Dzibyan, bahwa Usamah bin Zaid berkata (artinya) “Pada suatu peperangan, Rosululloh SAW memerintahkan kami menyergap tempat persembunyian musuh. Setelah mereka kalahkan, ada satu orang yang coba melarikan diri. Aku bersama seorang Anshor mengejarnya, tetapi setelah kami tangkap, ia mengucapkan La ilaaha illalloh. Karena temanku tidak mau membunuhnya, kuhujamkan tombakku kepada orang dari pasukan musuh itu hingga mati. Ketika aku menghadap Rosululloh SAW, ternyata beliau telah mendengar berita kejadian itu. Beliau bertanya; “Hai Usamah, benarkah engkau telah membunuhnya setelah dia mengucapkan La ilaha illalloh? Aku menjawab; Ya Rosululloh, ia hanya bermaksud menyelamatkan diri. Rosululloh bertanya lagi; Apakah engkau membelah hatinya, hingga engkau tau dia itu benar atau bohong? Selanjutnya Usamah berkata, sejak saat itu aku tidak membunuh lagi orang yang telah mengucapkan La ilaha illalloh.”

(HMH Al Hamid Al Husaini, Pembahasan Tuntas Perihal Khilafiyah, 1997)

Kamis, 16 Oktober 2008

Sholawat Munjiyat

Text lengkap (pdf)
Allohumma sholli ‘ala sayyidina Muhammadin sholatan tunjina biha min jami’il-ahwali wal-afati wa taqdi lana biha jami’al-hayati wa tuthohhiruna biha min jami’is-sayyi’ati wa tarfa’una biha ‘indaka a’lad-darojati wa tuballighuna biha a’qsol-ghoyati min jami’il-khoiroti fil-hayati wa ba’dal-mamat

Artinya: “Ya Alloh, limpahkanlah kepada Junjungan kami Nabi Muhammad saw, yang dengannya Engkau akan menyelamatkan kami dari semua keadaan yang menakutkan dan membahayakan , dengan rahmat itu, Engkau akan mendatangkan hajat kami dan membersihkan semua kejelekan kami, mengangkat kami pada derajat tertinggi, menyampaikan kami pada puncak tujuan, dari semua kebaikan di waktu hidup dan sesudah mati”.

Senin, 06 Oktober 2008



Bismillahirrohmanirrokhim itu termasuk salah satu ayat dari surat Al Fatihah. Dan membaca Al Fatihah termasuk rukun sholat. Membaca Al Fatihah tanpa Bismillahirrohmanirrokhim berarti belum sempurna membaca rukun Al Fatihah dan belum menyempurnakan berarti belum sah sholatnya. Maka membacanya wajib.
Diriwayatkan oleh Abi Hurairoh RA, beliau berkata, telah bersabda Rosululloh saw yang artinya “Apabila kalian membaca Alhamdulillah, maka bacalah Bismillahirrohmanirrohim, sesungguhnya itu Ummul Qur’an, Ummul Kitab dan assab’ul matsaani (Al fatihah) dan Bismillahirrohmanirrokhim itu termasuk ayatnya” (HR Addaruquthni)
Menurut Sunnah Rosul, pembacaan Bismillahirrohmanirrokhim harus dijaharkan (dikeraskan). Sebagaimana keterangan Hadits Nabi saw, diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar RA, beliau berkata, artinya : “Aku pernah sholat di belakang Rosulluloh saw dan dibelakang Abu Bakar RA dan pernah pula sholat dibelakang ‘Umar RA. Dan beliau-beliau menjaharkan Bismillahirrohmanirrokhim”.
Dan diriwayatkan dari ‘Aisyah RA, artinya : “Bahwa Rosululloh saw menjaharkan Bismillahirrohmanirrokhim” (HR Ibnu Sayyidinnaas)
Dan diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, artinya: “Bahwa Nabi SAW senantiasa menjaharkan pada dua surat dengan Bismillahirrohmanirrokhim” (HR. Addaruquthni)
Dari Jabir RA, beliau berkata, artinya : “Bagaimana cara membaca, apabila kamu telah berdiri sholat? Jawabku : Aku baca Alhamdulliahi robbil ‘alamiin, Nabi bersabda : Ucapkan olehmu Bismillahirrohmanirrokhim”.
Diriwayatkan oleh Syayyidina Umar RA, artinya : “Bahwa Nabi saw adalah beliau bila berdiri sholat, maka ketika akan membaca, diucapkannyalah Bismillahirrohmanirrokhim” (HR Ibnu ‘Abdil Bar)
Diriwayatkan dari Syayyidina ‘Ali bin Abitholib dan Amaar bin Yasir RA, artinya: “Bahwa Nabi saw, adalah menjaharkan pada sholat fardhu dengan Bismillahirrohmanirrokhim”.
Semoga kita termasuk orang-orang yang beruntung, yaitu orang yang selalu lebih baik dari waktu kewaktu.